Salah satu hal paling obsesif yang tertanam di benak anak-anak benua hiam adalah sepak bola. Di benua tertua ini sepak bola berstatus Omnipresent, ada di mana-mana, merata, tiada kegairahan apapun yang bisa melebiha bermain bola. Sepak bola menghapus mereka dari kesedihan dan duka, Sepak bola pula yang paling mudah melahirkan harapan.
Warna-warni seak bola mudah terlihat sejak di kamp pengungsi di Sudan atau Chad, zona perang di Mogadishu atau Kongo, hingga hutan belantara Mala-mala di Mpumalanga.Bumi Afrika selalu di getarkan oleh The world game. Wajah gembira dari anak-anak Afrika selalu menghibur sepak bola, sekaligus menghidupkannya. Bukanlah perkara bila bola yang dimainkan telah bolong terkena peluru, berubah kempes seperti bola tenis. Di Rwanda, mereka membuat bola dari gulungan sampah yang diikat kuat.
Zaman telah berubah, tradisi orang tua yang selalu melatih kedua tangannya untuk memanah dan menombak, kini berganti ke kaki. Lihai ishibobo , mengoper bola diantara kaki atau Tsamaya,gerakan tipuan, sampai diski,tarian kombinasi dengan bola. Usai bangun di pagi hari, tarikan nafas pertama yang dihirup adalah sepak bola.”Bagi Afrika, sepak bola adalah alasan kami punya kaki” sebut Pierre Kalala, Eks striker nasional kongo yang membuat film documenter Hereward Pelling.
Sepak bola adalah bagian hidup Afrika , mereka bermain di belakang rumah, di jalan, di hutan, di setiap wilayah yang bisa untuk bermain setiap saat, setiap hari. Manusia adalah mahluk bermain secara antropologis, naluri bermain adalah kebudayaan manusia . Di usia dewasa pun hamper semua gerak dan aktivitas kita diwarnai oleh perspektif permainan, yang semata-mata bertujuan untuk melepaskan beban atau mendobrak kekuatan berinteraksi. Dari sudut sosiologis, dengan bermain dan menyukai permainan fitrah manusia akan terwujud nyata.
Perhatikan tingkah polah para pesepak bola,pelatih bola termasuk penonton bola, yang sewaktu-waktu berteriak-teriak,marah,menangis dan tertawa di dalam stadion atau di depan TV.Samakah itu semua dengan masa kecil, saat mainan kita direbut atau makanan kita direbut, masih segar dalam ingatan gerbiranya kita main bola di tengah hujan terbahak-bahak lantaran melihat teman jatuh terpeleset di lapangan.
Jiwa sebagai anak kecil kepolosannya tak bisa di sembunyikan meski seseorang telah dewasa, dan di sepak bola biasanya hal seperti itu bisa terlihat. Homo Ludens terlihat lagi saat orang tua bergabung dengan anak-anaknya dalam satu wadah yaitu menyukai sepak bola, menggemari sebuah tim dan mengidolakan sosok seseorang yang bisa menjadi obat mujarab menghilangkan kekhawatiran di masa dewasa,si anak senang apalagi orang tuanya.
Mengomentari atau menonton sepak bola seolah-olah kita meloncat ke dunia anak-anak, saat dewasa di sekeliling berubah orang-orang,lingkungan dan kematian. Namun ada satu yang tak pernah berubah : kesukaan kita pada sepak bola sebuah tool sempurna dan paling hakiki untuk menjelaskan makna Homo Ludens. Mereka lestari,sungguh sepak bola adalah dunia anak-anak.
Judul : Alasan Anak Afrika Punya Kaki
Deskripsi : Artikel ini menginformasikan tentang Alasan Anak Afrika Punya Kaki secara lengkap dan detail.